Kamis, 14 Oktober 2010

Saat Engkau . . .


Kala kau terluka...
Berikanlah aku kesempatan untuk mengobati luka itu
Kala kau menangis...
Kusediakan tanganku menampung air matamu
Kala kau merasa kelelahan...
Sandarkanlah kepalamu dibahuku
Kala kau ingin marah...
Tamparlah wajah ini sekuat tenagamu
Dan di kala kau sedang bahagia...
Tertawalah lepas padaku
Karena aku ingin mengabadikan tawamu dalam bingkai hatiku

Sepenggal Kisah dari Pondok ...


ULANG TAHUN ALA SANTRI

Kenalkan namaku Elsa, Mariel Salsabila. Aku lahir di bulan Maret. Makanya kedua orangtuaku memberiku nama Mariel. Aku salah satu santri di sebuah pondok modern terkenal dipulau Jawa.
Hari ini tepat tanggal 5 Maret, hari lahirku. Sudah menjadi kebiasaan anak pondok jika ada yang mendapat giliran ulang tahun akan mendapat party besar bagi mereka. Seharian penuh, mulai dari makan pagi sampai makan malam. Tak segan – segan santri yang mengenal akan mengirimi setumpuk bingkisan ke meja makan sang empunya hajat. Ada setumpuk piring, gelas, sendok dan garpu kotor yang kesemuanya harus sudah tercuci bersih untuk makan selanjutnya.
Malam ini giliranku mencuci peralatan makan yang kotor itu. Sebenarnya sudah dari tadi pagi aku kebagian jatah mencuci semua peralatan itu. Tapi menjelang malam tiba, maka jatah peralatan kotor itu menjadi tambah semakin menunpuk. Indra yang iba melihat tumpukan yang menggunung didepan mataku, menawarkan diri membantuku membawakan setumpuk peralatan makan itu. Lumayanlah daripada harus membawa dengan kedua tanganku. Pasti aku sudah bakalan kewalahan menangani tumpukan – tumpukan kotor itu.
Ini bukan pembantaian ataupun tindak kekerasan dalam kalangan pendidikan seperti kebanyakan kalangan pendidikan yang tengah santer – santernya diekspos di media. Ini hanya sebuah bagian acara kecil menyambut ultah sahabat kesayangan. Karena tidak diperbolehkan mengguyur air pada yang punya ultah, walhasil kami menghiasi ultah dengan acara kami sendiri semacam ini. Perlu diketahui, kami tidak sedih dikerjai seperti ini. Justru sebaliknya, kami merasa ini adalah sebuah ungkapan rasa sayang mereka kepada kami.
“Ti1 Elsa”, seorang cewek berkerudung putih mendekati meja makanku. Aku menoleh ke arah sumber suara.
“Ti Elsa ulang tahun ya? Nitip ya Ti”. Aku melongo kaget. Aku pikir cuma ada satu, tapi ternyata sudah ada delapan tumpukan piring kotor yang dibawa Hilda, anak bimbinganku dulu.
“Tenang Ti. Cuma piring kotor doank koq. Gelas dan sendok garpu, kita sendiri yang nyuci”. Lutvia yang berdiri di samping si tinggi Hilda hanya tersenyum memamerkan dua lesung pipinya.
Sewaktu kelas satu SMU aku pernah jadi “kambing”, alias kakak pembimbing. Tugasnya membimbing adik – adik kelas saat mereka pertama kali menjejaki kehidupan pondok. Dan aku sudah dua tahun jadi pembimbing. Entahlah, naluri keibuanku muncul begitu saja saat pertama kali menerima tawaran menjadi pembimbing adik – adik kelas.
Belum juga beranjak dari meja makanku, si mungil Ida sudah mendekati bangkuku. Dengan manja Ida menitipkan piring – piring kotor anak bimbinganku yang setingkat diatas Hilda dan Lutvia.
Ugh… lumayan banyak juga nech…
Dengan wajah pasrah, aku membawa tumpukan peralatan makan itu ke kamarku yang berada di depan lapangan basket. Indra, Puji dan Chixo bersedia membantuku membawakan sebagian.
Piuff… untung saja aku tidak banyak dikenal santri – santri lainnya. Bisa –bisa aku disuruh mencuci piring kotor sepondok yang jumlahnya mencapai ribuan santri. Dan untungnya lagi, ini adalah malam terakhir aku mencuci piring – piring kotor ini.
“Kebagian nyuci piring ya”. Ustadzah2 Rara dan ustadzah Rima tersenyum mengamati barang bawaanku saat berpapasan di depan pintu.
“Iya nich ustadzah. Elsa hari ini ulang tahun”, ujar Chixo dengan khas suara childist3nya.
“Ustadzah mau nitip?”, dengan pedenya Puji menawari ustadzah. Wah bakalan tambah nech.
“Tidak usah. Itu saja sudah banyak. Kasihan Elsa”
“Terima kasih ustadzah”, segera kubalas dengan ucapan terima kasih sebelum yang lainnya menambahi. Kami bertigapun berlalu meninggalkan Ustadzah Rara dan ustadzah Rima setelah berpamitan sebelumnya.
*
“Elsa…!!”, suara nyaring Andel yang selalu ceria memasuki kamarku. Aku yang tengah meletakkan piring – piring kotor di kamar mandi tersontak kaget mendengar suara khas Andel.
“Eh, penghuni mana tuch… Datang – datang tanpa permisi langsung selonong masuk”, ujar Puji sekedar menggoda.
“Aku kan pengin ketemu Elsa. Aku kan perlunya ama Elsa”, berontak Andel sambil tersenyum nyengir.
“Apa Andel?”, ini nich si ibu bijak. Dengan suara lembut si Indra menanyai Andel, walau Indra dan teman – teman sekamarku sudah tahu maksud kedatangan Andel ke kamarku.
“Elsa… kamu kan baik hati, cantik lagi… Tolong cuciin piringku dunkz…”, dengan memasang wajah memelasnya Andel menyodorkan piring makannya kehadapanku. Aku tak tega ingin menggodanya. Aku tersenyum sambil meraih piring kotor miliknya.
“Banyak banget ya bu?? Deuh kasihan si ibu satu ini”, Andel menggodaku.
“Bantuin kek. Jangan bengong gitu”
“Yang ulang tahun kan situ, bukan aku”, balasnya. Lagi – lagi Andel memamerkan senyum manisnya. Membuatku iri.
Dihadapanku sudah menumpuk piring – piring kotor. Kira – kira mencapai tiga puluhan, mungkin lebih. Persis kayak orang habis hajatan. Bisa ngga’ ya masuk MURI karena telah memecahkan rekor mencuci piring kotor terbanyak. Hhh… kayaknya mustahil Jaya Suprana akan menyerahkan tropi kebanggaan ke tanganku.
Sengaja aku tidak menyegerakan mencuci peralatan makan yang kotor itu. Biarlah kukerjakan selepas sholat isya’ nanti. Aku beranjak dari kamar mandi. Rasanya kerongkonganku kering. Sebelum diminum Chixo, segera kuraih air yang baru saja dituangkan ke gelasnya.
“Elsa… Itukan minumanku”
“Bodo’. Haus nech, Chix. Kamu tuang sendiri lagi ya. Ya… itung – itung sedekah minuman sama orang yang sedang teraniaya ini”. Aku tersenyum mengganggu Chixo.
“Coba kalau ulang tahunmu setiap hari. Aku kan ngga’ perlu susah – susah nyuci piring”, khayal Andel.
“Iya Elsa. Ulang tahunmu setiap hari aza”, tambah Puji.
“Huu… maunya. Enak di kalian, pegel di tubuh aku. Ogah ahh… Cukup sekali aza”
Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Dari suara mikrofon di masjid, terdengar adzan Isya’ telah berkumandang. Kamipun secara giliran mengambil air wudlu dan bergegas menuju ke Masjid untuk menunaikan sholat isya’ berjamaah.
***

Keterangan :
Ti1 : Kepanjangan dari Ukhti, yang berarti saudara perempuan. Panggilan untuk kakak perempuan (bahasa Arab)
Ustadzah2 : Panggilan untuk guru perempuan
Childist3 : Kekanak - kanakan


90023030